11 November 2008

Penjelasan Ilmiah

Penjelasan Ilmiah
Oleh: Randy R. Wrihatnolo

Berkenaan dengan cara pikir, Plato (427-348 SM) meyakini pandangan apriori (berpikir abadi, penuh pertanyaan mengapa), suatu cara pandang yang melahirkan metode deduktif. Sedangkan muridnya Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan pandangan a-posteori, yaitu cara pandang bahwa tidak ada kebenaran ilmiah apabila tidak ada pengalaman ilmiah secara empiris. Aristoteles tetap mengakui Plato yang menyatakan bahwa kebenaran sudah ada sejak lahir, karena manusia sejak lahir sudah mempunyai rasio (sudah diatur Sang Pencipta).

Aristoteles memelopori penelitian ilmiah (scientific inquiry) yaitu pemahaman bahwa kemajuan akan ada jika didasarkan observasi. Observasi menjadi prinsip umum penelitian ilmiah. Aristoteles mengenalkan prinsip induksi tentang fenomena yang diperoleh dari premis-premis. Premis induktif hanya dapat disimpulkan bila disusun premis-premis deduktif (yang bersifat mutlak), karena premis induktif hanya bersifat kemungkinan. Penggunaan observasi dalam proses induktif akan memberikan penjelasan prinsip, sehingga dapat memperkuat penjelasan deduktif. Inilah latar belakang penjelasan saintifik.

Penjelasan saintifik adalah transisi dari pengetahuan tentang fakta tertentu menjadi pengetahuan tentang kemengapaan (why). Fakta tertentu tersebut akan menjadi ilmu jika telah mendapatkan penjelasan saintifik. Pada saat mencari penjelasan suatu fakta, maka muncul persoalan nilai (value judgement), apakah ilmu itu bebas nilai? Jawaban atas pertanyaan itu ditentukan sifat ilmunya. Ilmu bersifat bebas nilai ketika berada dalam fase penyelenggaraan dan mengusahakan untuk mendapatkan ilmu. Namun ketika fase penerapan dan menggunakan maka ilmu itu sudah mempunyai nilai. Kadar pembenaran ada pada ilmu kemanusiaan dan hal ini sangat sulit karena sangat terkait dengan apa yang dikembangkan, jika bermanfaat dalam penggunaan, maka ilmu akan bernilai positif tetapi sebaliknya apabila digunakan untuk misalnya membunuh manusia (bom atom).

Ilmu adalah bebas nilai, tetapi begitu digunakan baru mempunyai nilai. Salah satu bentuk ilmu adalah teknologi. Teknologi adalah cara adaptasi yang efisien dalam sistem dan mempunyai hasil. Tujuan berteknologi adalah mengubah cara hidup lebih praktis pada kehidupan nyata, membangun body of scientific knowledge yang digunakan secara efisien agar mampu beradaptasi (terhadap perubahan yang terjadi) sehingga hidup menjadi lebih baik. Teknologi juga bertujuan mengembangkan iptek. Pengembangan iptek mengandung tanggung jawab intelektual dan sekaligus tanggungjawab moral/sosial, misal dalam clonning GMO.

Lebih lanjut dibahas pula tentang sains. Sains adalah pengkajian/penterjemahan (ilmu) pengalaman manusia yang sifatnya teratur, sistematis, logis dan biasanya yang dikaji/dikembangkan adalah dunia fisik. Semua aspek pengetahuan diwujudkan dalam aplikasi metode saintifik (termasuk pengamatan, pengelompokan, perkiraan, dan interpretasi) menjadi ilmu pengetahuan misalnya agar masyarakat Indonesia melek mikir secara kognitif dalam mencari kebenaran. Pada saat melakukan pengkajian/penerjemahan ilmu, maka dilakukan penjelajahan (discovery), yaitu suatu upaya selalu mencoba dengan berbagai kesalahan (trial and error) yang pada akhirnya menemukan pemikiran-pemikiran yang berhubungan (relationship).

Discovery mendorong tumbuhnya kreatifitas, menguatkan intuisi (insight), dan pada gilirannya memperkuat hubungan inteligensi (kecederdasan) konkrit (khas binatang) dengan intelegensi abstrak (khas manusia). Penguatan hubungan dua jenis intelegensi itu mendorong percepatan proses evolusi pengembangan teknologi menjadi mature state of science. Discovery juga mendorong revoluasi pengetahuan menjadi lebih signifikan dan tidak tergantung waktu. Perkembangan teknologi terkadang berlawanan dengan kebudayaan. Meski demikian, juga dapat melahirkan kebudayaan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, mature state of science lebih lanjut membutuhkan pemetaan analisis sebagai ilmu murni atau sebagai ilmu terapan. Kadang-kadang, ilmu murni (ilmiah) bertentangan dengan ilmu terapan (perkembangan ilmu murni dalam pembangunan).

Ilmu pengetahuan pada akhirnya bukan sarana tetapi tujuan. Kegiatan ilmiah tidak pernah ditingkatkan sampai tahap cukup sampai dengan pendidikan atau mempersiapkan untuk mempraktekkan pengetahuan. Teori dan praktek tidak bertentangan --dalam hal ini jangan dilihat secara sempit -- karena tujuannya sama-sama membebaskan manusia dan sepanjang visinya tepat. Perkembangan teori dan praktek dapat menyebabkan pengembangan ilmu terapan akan semakin mendekati ilmu murni. Akhirnya ilmu sendiri tidak bersifat obyektif sepenuhnya (tergantung penciptanya akan digunakan untuk apa) sehingga akhirnya tidak bebas nilai sepenuhnya, karena pengembangannya dipengaruhi oleh sistem praksisi dan sistem ideologi.

Terdapat empat tahap penelitian ilmiah, yaitu (A) penelitian dasar teoritis. Misal pemahaman lengkap struktur dan sifat bagian materi serta unsur penyusunan inti; (B) penelitian dasar terarah untuk mengetahui kemungkinan penerapan. Misal: isotop; (C) penelitian terapan. Misal: isotop untuk ekologi agrikultur; dan (D) R&D, kemungkinan peneraoannya dikaji lagi. Ilmu terapan lebih lanjut (1) mengarah pada proses perubahan terarah sehingga tidak terbuang kadar ilmiahnya. Misal: matematika murni berbeda dengan matematika terapan (diferential dan statistik); (2) memadu dengan ilmu lain (biomat, ekonometrika, dinamika populer); (3) R&Dnya bermanfaat dalam praktek. Misal: operasionalisasi industri. Ilmu pengetahuan memberi sumbangan berarti dalam operasionalisasi penelitian ilmiah.

--ooOOoo--

Tidak ada komentar: