28 September 2010

Penggunaan APBD Harus Lebih Terarah

Penggunaan APBD Harus Lebih Terarah
Selasa, 28 September 2010

Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus lebih terarah untuk program-program kemiskinan dan menggerakan perekonomian daerah.

"Ruang anggaran APBD untuk kesehatan dan menggerakan ekonomi daerah masih terbatas, (untuk itu) bagaimana (membuat) postur APBD dan kemudian program prioritas APBD menjadi terarah," ujarnya di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin.

Menurut dia, sebanyak 50 persen anggaran dalam APBD masih digunakan untuk belanja pegawai dan penggunaannya belum berlangsung secara efektif.

"Untuk itu perhatian kita dalam hal ini termasuk daerah juga bisa meng-guideline APBD, dan secara wajar mendukung pemerintahan secara umum," ujarnya.

Saat ini, Armida menjelaskan, pemerintah terutama Kementerian PAN sedang membuat panduan (guideline) baru untuk APBD yang diperkirakan selesai pada akhir tahun agar tidak ada belanja berlebih untuk pegawai.

"Berapa-berapanya dari kantor Kementerian PAN yang memberikan semacam `guideline` karena kemarin tidak ada koridor dan besaran-besaran dari berbagai anggaran seperti tunjangan-tunjangan di luar gaji tetap dan sebagainya," ujarnya.

Ia mengatakan, belanja pegawai yang berlebih tersebut, biasanya dialokasikan untuk para pegawai honorer yang baru diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah setelah beberapa tahun.

Menurut dia, penyusunan APBD secara efektif tersebut sebagai bagian dari upaya peningkatan pengalokasian anggaran untuk program-program yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pembangunan millenium (MDG`s)

"Targetnya akhir tahun ini kami menyiapkan guideline ke daerah sehingga mereka bisa menyiapkan roadmap-nya, jadi ada data konkrit, pencapaian apa, targetnya apa, isu dan permasalahan apa dan kebijakannya apa," ujar Armida.

Ia mengatakan, hal tersebut merupakan implementasi dari Inpres Nomor 3 Tahun 2010 mengenai Pembangunan yang berkeadilan yang menegaskan perlunya Peta Jalan (roadmap) pencapaian pada tingkat nasional serta penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Target MDG`s di daerah.

"Dengan adanya rencana aksi nasional, tugas kepala daerah menjadi jelas, target berapa dan pencapaian masih kurang dari sisi, minimal APBD, ada frame work. Karena mau kemana tanpa itu, jadi sulit dan tidak terbayang, itu gunanya roadmap dan penggunaan APBD makin efektif," ujar Armida.

Sumber: http://www.antaranews.com/berita/1285616528/bappenas-penggunaan-apbd-harus-lebih-terarah

26 Juli 2010

Sistem Pendukung Manajemen Pembangunan Nasional

Sistem Pendukung Manajemen Pembangunan Nasional
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

1. Permasalahan

Pembangunan nasional yang semakin dinamis di era yang lebih demokratis dan dalam iklim otonomi daerah yang lebih berkembang menghendaki penyempurnaan manajemen pembangunan nasional yang lebih adaptif terhadap perkembangan dan dinamika pembangunan. Berkembangkan aspirasi dan tuntutan akan perlunya intervensi pemerintah dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat telah mempengaruhi pendekatan dalam manajemen pembangunan nasional. Rangkaian utama mekanisme pembangunan nasional yang hanya terdiri dari perencanaan dan penganggaraan saja saat ini belum mencukupi kebutuhan manajemen pembangunan nasional. Hal tersebut ditandai oleh beberapa fakta sebagai berikut.

Pertama, belum adanya sistem kinerja pembangunan nasional yang komperehensif, efisien, dan efektif. Pemerintah belum mempunyai kerangka pengembangan sistem kinerja pembangunan nasional yang komperehensif, efisien, dan efektif. Saat ini terdapat berbagai bentuk sistem kinerja pembangunan yang masih bersifat sektoral yang berada di setiap kementerian/lembaga. Dalam konteks tersebut, reformasi perencanaan dan penganggaran diperlukan karena ia menghendaki struktur perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja. Dalam struktur demikian, Pemerintah memerlukan informasi hasil pemantauan dan evaluasi kinerja yang valid sebagai input bagi proses perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja.

Kedua, belum adanya perangkat peraturan-peraturan yang memayungi kinerja pembangunan nasional secara sistemik dan bersinergi dengan perangkat peraturan-peraturan yang menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan. Perangkat peraturan-peraturan yang memayunginya kinerja pembangunan nasional perlu dikembangkan dan melembaga dalam manajemen pembangunan nasional dalam koridor sistem kinerja pembangunan nasional yang komprehensif. Permasalahan yang perlu dituntaskan agar memperlancar proses perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja adalah memperkuat implementasi reformasi perencanaan dan penganggaran, menyempurnakan implementasi proses perencanaan pembangunan nasional secara konsisten, dan memperkuat mekanisme pengendalian pembangunan.

2. Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil

Dalam rangka menciptakan sistem pendukung manajemen pembangunan nasional yang komprehensif, maka Pemerintah tengah melakukan dan telah menghasilkan beberapa pencapaian terkait dengan penyempurnaan manajemen pembangunan nasional. Beberapa langkah yang telah dilakukan meliputi sebagai berikut.

Pertama, memperkuat implementasi reformasi perencanaan dan penganggaran. Reformasi perencanaan dan penganggaran yang digulirkan sejalan dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan langkah utama yang dilaksanakan Pemerintah. Refromasi mendasar yang dituangkan dalam sistem perencanaan dan penganggaran saat ini adalah pergeseran pendekatan perencanaan dan penganggaran, dari pendekatan zero based budgeting menjadi pendekatan performance based budgeting. Ciri-ciri dasar perencanaan dan penganggaran dengan pendekatan performance based budgeting adalah menjadikan proses evaluasi sebagai bagian dalam siklus perencanaan dan penganggaran pembangunan. Hasil proses evaluasi menjadi masukan bagi proses perencanaan dan penganggaran. Implikasi dari pendekatan ini adalah mengaitnya fungsi pengalokasian anggaran pada hasil yang ditetapkan untuk dicapai (intended results).

Kedua, menyempurnakan implementasi proses perencanaan pembangunan nasional secara konsisten. Sejalan dengan amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah telah menyempurnakan implementasi proses perencanaan pembangunan nasional. Langkah ini mencakup perbaikan mekanisme perencanaan pembangunan partisipatif yang dimulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional; peningkatan kualitas penyusunan dokumen rencana pembangunan khususnya dokumen rencana pembangunan nasional dan rencana strategis kementerian/lembaga; dan meningkatkan fungsi evaluasi pada proses perencanaan pembangunan.

Ketiga, memperkuat mekanisme pengendalian pembangunan. Sesuai dengan amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Pemerintah mempunyai tugas melakukan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan. Amanat ini telah dilembagakan dalam PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Peraturan ini mengatur mekanisme pengendalian dan evaluasi kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, mekanisme pelaksanaan fungsi evaluasi kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di masing-masing kementerian/lembaga, serta mekanisme koordinasi evaluasi kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan secara nasional yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas. Sementara itu, Presiden juga telah menerbitkan PP Nomor 54 Tahun 2009 Tentang Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan Dan Pengendalian Pembangunan yang memerikan payung hukum bagi pembentukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang bertugas menjamin keberhasilan dan terlaksananya penyelenggaraan dan pencapaian sasaran kebijakan nasional, program dan rencana kerja Pemerintah.

Dalam rangka menjamin keberhasilan dan terlaksananya program prioritas nasional agar dapat mencapai sasaran-sasarannya, dan agar dapat selalu konsistensi dan sinkron dengan kebijakan, dan pelaksanaan program seluruh kementerian/lembaga, maka UKP4 telah mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian pembangunan secara menyeluruh yang merupakan upaya untuk mengefektifkan pencapaian sasaran kebijakan nasional di semua bidang.

Pemerintah dalam upaya memperkuat mekanisme evaluasi kinerja pembangunan nasional telah menyusun dokumen evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Evaluasi atas RPJMN 2004-2009 dilakukan per tahun sejak tahun 2006 hingga yang terakhir tahun 2010. Dokumen tersebut merupakan upaya pertama yang dilakukan Pemerintah untuk mengevaluasi hasil-hasil pelaksanaan RPJMN 2004-2009. Selain itu, Pemerintah secara juga menyusun dokumen Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milinium (Millennium Development Goals) tahun 2007 dan 2009. Laporan tersebut merupakan evaluasi pelaksanaan pembangunan yang secara khusus berorientasi pada pemenuhan komitmen Indonesia pada dunia internasional dalam kerangka pencapaian MDGs.

3. Tindak Lanjut

Saat ini telah dikembangkan berbagai sejumlah mekanisme yang pada hakikatnya bertujuan menjadikan sistem pendukung manajemen pembangunan nasional sebagai salah satu penyumbang keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional. Namun sejumlah langkah yang telah ditempuh belum cukup membuahkan dampak yang efektif. Oleh sebab itu, beberapa upaya tindak lanjut diperlukan mencakup beberapa hal.

Pertama, meningkatkan kualitas mekanisme pengendalian pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang saat ini dikoordinasikan oleh UKP4. Kualitas mekanisme pengendalian pelaksanaan ditingkatkan dengan menjalin kerjasama erat antara kementerian/lembaga dengan UKP4.

Kedua, meningkatkan kualitas mekanisme evaluasi kinerja pembangunan nasional baik secara sektorak dan regional yang saat ini dikoordinasikan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Kualitas mekanisme evaluasi kinerja pembangunan nasional ditingkatkan dengan menerjemahkan sejumlah UIU dan PP ke dalam peraturan-peraturan yang lebih teknis dan bersifat memberikan panduan.

Ketiga, meningkatkan kualitas mekanisme perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja yang saat ini dilaksanakan bersama oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Kualitas mekanisme evaluasi kinerja pembangunan nasional ditingkatkan dengan memberikan pemahaman operasional bagi seluruh jajaran kementerian/lembaga dan jajaran pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota.

---webversion---

03 Mei 2010

Hasil Rapat Kerja di Istana Tampaksiring, 19-21 April 2010

Hasil Rapat Kerja di Istana Tampaksiring, 19-21 April 2010
Disarikan oleh:
Randy R. Wrihatnolo

Pada 19-21 April 2010 bertempat di Istana Tampaksiring Bali, jajaran Kabinet Indonesia Bersatu mengadakan retreat dan rapat kerja yang berfokus pada pembangunan ekonomi berkeadilan. Pembangunan ekonomi sebagai topik utama akan membahas tema pembangunan ekonomi jangka menengah dan panjang beserta isu-isu pokok termasuk peran teknologi. Rapat pleno akan membahas dua panel yaitu, terkait dengan percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, seimbang dan berkelanjutan dan peningkatan daya saing melalui inovasi teknologi. Sedangkan rapat pleno pembangunan berkeadilan akan membahas evaluasi pelaksanaan pembangunan berkeadilan, disparitas pembangunan dan kelemahan-kelemahan pelaksanaan kebijakan. Kemudian untuk mempertajam masing-masing tema, maka dibahas pula secara pararel dalam empat kelompok.

Kelompok pertama yang membahas pembangunan ekonomi dan dunia usaha dan mencakup pembahasan kebijakan ekonomi makro, percepatan penyediaan infrastruktur dan energi (termasuk kemitraan pemerintah dan swasta) serta peningkatan investasi dan ekspor.

Kelompok kedua, membahas evaluasi dan peningkatan program-program pro rakyat mencakup pembahasan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat (PNPM) serta penguatan ekonomi rakyat.

Kelompok ketiga membahas upaya untuk meningkatkan keadilan bagi rakyat termasuk pembahasan mengenai masyarakat penyandang masalah sosial, lansia, anak terlantar, cacat, keadilan, HAM dan lain-lain.

Kelompok keempat, membahas upaya pencapaian MDG (Millenium Development Goals) mengenai percepatan program tersebut, disparitas wilayah dan off track (masalah HIV/AIDS, angka kematian ibu dan air minum).

Rapat kerja ini juga bertujuan menjadi wahana koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga hasil utama dari rapat kerja itu dituangkan dalam bentuk Instruksi Presiden dan diperoleh kebijakan yang lebih komprehensif.

Rapat kerja ini merupakan tindak lanjut dari rapat kerja di Istana Cipanas yang menghasilkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Inpres ini memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional.

Download: Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan.

=========

Ringkasan buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009

Ringkasan buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009
"Memelihara Momentum Perubahan"
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo


Pencapaian sasaran-sasaran dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi aman dan damai dapat terwujud berkat kemajuan dalam penyelesaian berbagai konflik di daerah maupun konflik antarkelompok warga masyarakat serta penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas. Semakin kokohnya NKRI didukung oleh keberhasilan pemerintah dengan dukungan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme dan terorisme serta peningkatan kemampuan pertahanan negara yang tercermin dari pengembangan tingkat kesiapan alutsista. Peran Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat antara lain peran Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan diadopsinya prakarsa Indonesia dalam pembentukan Komunitas ASEAN.

Berkaitan dengan pencapaian sasaran-sasaran pada Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, kemajuan pencapaian yang cukup baik telah terlihat, diantaranya ditunjukkan oleh meningkatnya pelayanan birokrasi masyarakat yang tercermin dari penurunan praktik korupsi, menurunnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang tercermin dari peningkatan angka IPG dan IDG, terkendalinya pembentukan daerah otonom baru sebagai hasil pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah, dan meningkatnya penataan perundang-undangan termasuk dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia. Selain berbagai kemajuan di atas, terdapat beberapa pencapaian yang masih membutuhkan upaya dan komitmen yang lebih besar, salah satunya adalah pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi manusia.

Pada Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, hasil pencapaian sasaran-sasarannya belum sepenuhnya dapat terwujud dengan baik. Pencapaian sasaran penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta penciptaan lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga masih menemui kendala. Kendala yang dihadapi adalah goncangan ekonomi global dan bencana alam yang berdampak pada perekonomian domestik. Namun, terdapat juga berbagai kemajuan yang cukup berarti, antara lain meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan nasional, berkurangnya jumlah kabupaten dengan status daerah tertinggal; meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya AKI dan AKB; menurunnya TFR; dan meningkatnya perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam; serta perbaikan infrastruktur yang ditunjukkan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.

Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan RPJMN 2004-2009 telah terlaksana dengan baik dan berhasil mencapai kemajuan yang dan berarti bagi pembangunan Indonesia. Namun, terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian, yaitu berbagai kemajuan yang belum sepenuhnya mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini cukup nyata terlihat pada beberapa pencapaian seperti penurunan jumlah penduduk miskin, penurunan jumlah pengangguran terbuka, dan beberapa pencapaian lainnya. Upaya yang lebih besar dan mencakup komitmen dan kerjasama seluruh pihak terkait sangat dibutuhkan dalam pencapaian pembangunan sesuai target yang ditetapkan.

===============

Download buku:



Terdapat enam file yang harus Anda unduh seluruhnya sebelum Anda dapat membuka keseluruhan isi buku tersebut. Enam file tersebut adalah:
File #1
File #2
File #3
File #4
File #5
File #6

Untuk dapat membuka seluruh isi materi buku, Anda harus membuka File #1 dan kemudian ikuti perintah secara otomatis.

==============

Ringkasan Pencapaian Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis

Ringkasan Pencapaian Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis
Buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009 "Memelihara Momentum Perubahan"
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum. Perwujudan peningkatan keadilan terlihat dari berbagai penyusunan perundang-undangan yang tidak diskriminatif. Namun, dalam hal penegakan hukum masih ditemukan berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sehingga masih diperlukan upaya dan komitmen yang lebih intensif. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum; serta Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM).

Prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Pencapaian sasaran penataan hukum dilaksanakan melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan. Selama lima tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009 Pemerintah telah menetapkan sebanyak 284 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dari jumlah tersebut sebanyak 87 buah UU merupakan RUU yang tercantum dalam Prolegnas. Salah satu faktor penghambat dalam proses perencanaan dan pembentukan hukum adalah masih belum dipatuhinya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) secara konsisten. Program yang mendukung pencapaian sasaran pembangunan sistem dan politik hukum adalah Program Pembentukan Hukum. Keberhasilan pelaksanaan program ini ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, salah satunya adalah pada bidang pemberantasan korupsi, dengan disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Prioritas Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk. Pencapaian penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dilaksanakan antara lain melalui peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung unsur diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang hukum termasuk HAKI, keimigrasian, dan administrasi hukum umum; serta pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam penyelenggaraan Pemilu dengan aman dan tertib terlihat dari pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada tahun 2009. Program Pelayanan dan Bantuan Hukum merupakan satu-satunya program yang menjadi andalan dalam mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan ini. Pada kurun waktu 2004-2009, program tersebut dilaksanakan oleh beberapa kementerian/lembaga dan tidak hanya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang terkait di bidang hukum saja.

Prioritas Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia telah memperlihatkan hasil yang cukup baik, dengan meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari 1,9 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerintah untuk terus meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di berbagai bidang. Namun, pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi manusia di Indonesia secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih terjadi seperti pada kasus-kasus penggusuran, kelaparan, dan pemutusan hubungan kerja secara massal. Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM, sampai saat ini juga terus dilakukan berbagai Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM). Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM 2004-2009 disertai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaannya. Upaya pencapaian sasaran penghormatan, pengakuan, dan penegakan atas Hukum dan HAM ini terutama didukung melalui pelaksanaan Program Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender untuk meningkatkan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Pencapaian indeks pembangunan gender (IPG)/Gender-related Development Index(GDI) dan indeks pemberdayaan gender (IDG)/(Gender Empowerment Measure/GEM) menunjukkan peningkatan, artinya telah terjadi kemajuan dalam upaya peningkatan keadilan gender. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Kesenjangan pencapaian pembangunan bagi perempuan dan laki-laki mengalami penurunan, walaupun masih perlu diturunkan lebih lanjut. Hal ini terlihat dari peningkatan angka IPG, yaitu dari 0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human Development Report/HDR). Selain itu IDG Indonesia, juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (BPS-KNPP). Namun demikian, kecilnya peningkatan nilai IDG tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik, masih belum memadai. Kemajuan terlihat pula pada kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak. Di bidang pendidikan ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan anak usia dini dan angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12, 13-15, dan 16-18 tahun. Di bidang kesehatan, ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, balita, dan neonatal. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan ditunjukkan dengan menurunnya persentase pekerja anak usia 10-14 tahun.

Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik, menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. Perwujudan dari peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan yang baik terlihat dari perkembangan daerah otonomi baru yang tertata cukup baik dan peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dengan adanya peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah lebih dari 100 persen. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Pada kurun waktu 2004-2009 perkembangan daerah otonomi baru tertata cukup baik. Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan daerah otonomi baru, yaitu berupa penurunan jumlah daerah otonom baru (DOB) yang terbentuk dari sebanyak 104 daerah pada kurun waktu 2000-2004 menjadi 57 daerah pada kurun waktu 2004-2009. Berdasarkan peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah yang baik, telah terjadi peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dari Rp150,46 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp309,57 Triliun pada tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah terutama pada daerah kabupaten/kota juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi sebesar 7,1 persen di tahun 2009

Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Hal ini akan dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa. Perwujudan peningkatan pelayanan birokrasi masyarakat dapat terlihat dari penurunan praktik korupsi sesuai dengan meningkatnya indeks persepsi korupsi Indonesia, meningkatnya opini wajar tanpa pengecualian (WTP) hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta meningkatnya jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas yang diletakkan pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Prioritas Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Pada RPJMN 2004-2009, pembangunan aparatur negara diarahkan untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan sasaran berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, meningkatnya kualitas pelayanan publik; dan terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, profesional, dan akuntabel. Praktik korupsi telah menurun secara nyata sesuai dengan meningkatnya IPK Indonesia, meningkatnya opini WTP hasil audit BPK atas LKKL dan LKPD, serta meningkatnya jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berbagai program bidang aparatur negara yang dilaksanakan sampai dengan tahun 2009 telah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan pembangunan aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh pencapaian Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dan Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.

Sasaran kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil Pemilu secara langsung tahun 2004. Perwujudan sasaran ini ditunjukkan dengan dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh.

Prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Penguatan kelembagaan demokrasi difokuskan pada penguatan yang bersifat prosedural dan substansial. Hal ini ditunjukkan dengan dijaminnya proses checks and balances atau prinsip-prinsip pengawasan antarkekuasaan secara timbal balik dan berimbang, serta adanya pengakuan hak asasi manusia. Dalam masa 2004-2009, proses konsolidasi demokrasi dititikberatkan pada: (1) upaya untuk meningkatkan peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik; serta (3) upaya untuk dapat menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil. Tuntutan masyarakat sekaligus kepemimpinan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberikan perhatian agar demokrasi dapat berjalan dengan baik telah mendorong lembaga-lembaga pemerintah untuk menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh rakyat. Dampak dari kinerja parpol yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Prioritas pembangunan perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh dicapai melalui beberapa program dan kegiatan pokok, yang salah satunya adalah Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi. Keberhasilan pelaksanaan program ini terlihat dengan adanya dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia, seperti UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

==================

Ringkasan Pencapaian Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Ringkasan Pencapaian Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
Buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009 "Memelihara Momentum Perubahan"
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo


Sasaran pertama Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat adalah menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga. Pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Selama kurun waktu 2004-2009, tingkat kemiskinan secara umum semakin menurun yaitu menjadi 14,15 persen. Tingkat pengangguran terbuka telah berhasil diturunkan sampai dengan 7,87 persen pada Agustus 2009, namun sebagian besar lapangan kerja yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Perwujudan pencapaian sasaran ini dilaksanakan melalui prioritas: (1) penanggulangan kemiskinan; (2) peningkatan investasi dan ekspor non-migas; (3) peningkatan daya saing industri manufaktur; (4) revitalisasi pertanian; pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (5) peningkatan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (6) peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek); (7) perbaikan iklim ketenagakerjaan; dan (8) pemantapan stabilitas ekonomi makro.

Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Pemerintah pada periode tahun 2004-2009 menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan. Selama kurun waktu 2004-2009, tingkat kemiskinan secara umum semakin menurun. Pada tahun 2004, persentase penduduk dibawah garis kemiskinan sebesar 16,66 persen, angka ini menurun menjadi 14,15 persen pada tahun 2009. Penurunan ini merupakan hasil kerja keras di tengah goncangan ekonomi global yang menuntut naiknya harga BBM secara tajam dan berdampak pada perekonomian domestik. Selain itu, bencana alam yang melanda sejumlah daerah selama periode tersebut turut menahan perbaikan kondisi perekonomian domestik. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin diantaranya melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Prioritas Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas. Kegiatan investasi dan ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkesinambungan. Pada periode tahun 2004-2009, Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan dan deregulasi peraturan Pemerintah di pusat dan daerah untuk mewujudkan iklim investasi yang sehat. Dari sisi ekspor, pertumbuhan ekspor non-migas yang cukup tinggi terjadi selama periode 2005-2008 dengan rata-rata sebesar 17,9 persen. Namun sepanjang tahun 2009 ekspor non-migas terkena dampak negatif dari krisis ekonomi global sehingga nilainya terkontraksi dengan pertumbuhan sebesar -9,7 persen. Penurunan ekspor non-migas ini disebabkan oleh penurunan permintaan dunia dan penurunan harga komoditas/produk ekspor. Indonesia telah berhasil menurunkan ketergantungan terhadap ekspor tradisional. Pada tahun 2005 pangsa pasar ekspor tradisional sebesar 54,7 persen dan kemudian menjadi sebesar 45,1 persen pada tahun 2009. Selain itu, Indonesia telah mampu diversifikasi pasar tujuan ekspor. Adapun, upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah diantaranya melalui Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor.

Prioritas Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004–2009 menekankan pentingnya peningkatan daya saing industri manufaktur, karena hal tersebut merupakan strategi untuk menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia. Industri manufaktur dalam kurun waktu 2005-2009 menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 3,9 persen per tahun. Pencapaian ini masih di bawah laju rata-rata sasaran RPJMN 2004-2009 sebesar 8,56 persen per tahun. Industri manufaktur Indonesia masih dapat dikatakan baik ditengah gejolak ekonomi global. Industri manufaktur pada negara-negara berkembang lainnya mengalami perlambatan, namun industri manufaktur Indonesia tetap mengalami pertumbuhan. Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri maufaktur. Kebijakan diarahkan pada perkuatan struktur dan daya saing manufaktur yang meliputi tiga program yaitu: (1) Program Penguatan Struktur Industri, (2) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah, dan (3) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri.

Prioritas Revitalisasi Pertanian. Dalam kurun waktu 2004-2009, revitalisasi pertanian telah mencapai beberapa perkembangan yang baik, yang dicerminkan dengan meningkatnya pencapaian masing-masing sasaran dalam RPJMN 2004-2009. Dalam pencapaian sasaran utama revitalisasi pertanian didapatkan pertumbuhan PDB sektor pertanian yang mencapai rata-rata 3,6 persen per tahun dengan pertumbuhan PDB subsektor tanaman bahan makanan mencapai 3,7 persen, tanaman perkebunan 3,6 persen, peternakan dan hasilnya 2,9 persen, dan perikanan 5,6 persen. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian juga meningkat rata-rata sebesar 1,2 persen per tahun yang diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan yang ditunjukkan dengan perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP pada tahun 2009 telah mencapai 110,2 atau naik dari 102,9 pada tahun 2004. Dalam pencapaian sasaran antara peningkatan ketahanan pangan, kemampuan untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri telah menunjukkan hasil yang baik dimana dalam kurun waktu 2004-2009, produksi padi/beras meningkat rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Pencapaian-pencapaian penting berhasil diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Peningkatan Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Sumber daya Perikanan.

Prioritas Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah telah berhasil dalam meningkatkan produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional. Pada tahun 2008 produktivitas UMKM per unit usaha mencapai 22,73 juta/unit usaha dengan rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya. Sedangkan produktivitas UMKM per tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72 juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan rata-rata hampir sebesar 3 persen setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari produktivitas nasional yang laju pertumbuhannya tidak sampai dengan 2 persen. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu penurunan kualitas koperasi yang ditunjukkan oleh penurunan jumlah koperasi aktif yang melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan kepemilikan manajer dalam koperasi; serta penurunan daya saing produk UMKM dalam pasar ekspor rata-rata sebesar 0,17 persen selama periode 2005-2008.

Prioritas Peningkatan Pengelolaan BUMN. Peningkatan kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan negara merupakan pencapaian penting yang terus diupayakan peningkatannya. Selama periode tahun 2005 hingga 2008, dari sebanyak 139 BUMN yang dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN yang merugi semakin sedikit yaitu 36 BUMN pada tahun 2005, menjadi 39 BUMN pada tahun 2006, 34 BUMN pada tahun 2007, dan 23 BUMN pada tahun 2008. Sejalan dengan hal tersebut, besarnya keuntungan yang diraih BUMN juga meningkat dari sebesar Rp42,33 triliun pada akhir tahun 2005 menjadi Rp53,24 triliun pada tahun 2006, Rp70,77 triliun pada tahun 2007, Rp78,47 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp74,00 triliun pada tahun 2009. Dengan demikian, bagian laba BUMN yang diserahkan ke kas negara juga meningkat, yaitu dari Rp12,84 triliun pada tahun 2005, menjadi Rp21,45 triliun pada tahun 2006, meningkat menjadi Rp23,78 triliun pada tahun 2007, Rp29,09 triliun pada tahun 2008, dan turun sedikit menjadi Rp28,60 triliun pada tahun 2009. Penurunan ini sebagai konsekuensi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi

Prioritas Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Peningkatan kemampuan iptek merupakan syarat peningkatan daya saing bangsa. Dalam kurun waktu 2005-2009, pencapaian paling penting yang berhasil diwujudkan adalah meningkatnya jumlah publikasi ilmiah dan paten yang didaftarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Paten yang terdaftar di dalam negeri yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar 17,5 persen, energi 7,4 persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan komunikasi 4,8 persen, teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta kesehatan dan obat 7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa sasaran peningkatan kemampuan iptek yang terdiri dari empat sasaran, secara umum telah tercapai dengan baik. Adapun program yang paling mendukung terwujudnya pencapaian-pencapaian sasaran dalam peningkatan kemampuan Iptek ini adalah Program Penelitian dan Pengembangan Iptek, Program Difusi dan Pemanfaatan Iptek dan Program Penguatan Kelembagaan Iptek.

Prioritas Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan. Taraf kehidupan yang lebih baik dapat dicapai dengan pemenuhan hak untuk memperoleh pekerjaan. Sasaran pembangunan ketenagakerjaan pada akhir 2009 seperti dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 berupa tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,1 persen. Sasaran ini dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi 6,6 persen. Secara umum, TPT telah berhasil diturunkan namun sebagian besar lapangan kerja yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Sampai Agustus 2009, TPT masih sebesar 7,87 persen, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,3 persen. Pemerintah melakukan upaya-upaya perbaikan iklim ketenagakerjaan diantaranya melalui Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Program ini bertujuan meningkatkan kesempatan kerja produktif serta mendorong mobilitas tenaga kerja dalam rangka mengurangi penganggur dan setengah penganggur baik di perdesaan maupun di perkotaan.

Prioritas Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro. Indonesia tetap mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi selama periode RPJMN 2004-2009 ditengah faktor-faktor eksternal yang tidak dapat diprediksi seperti krisis global dan tingginya harga minyak dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 secara keseluruhan sebesar 4,5 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 dan target RPJM 2004-2009 masing-masing sebesar 6,1 persen dan 6,4 persen. Kondisi ini merupakan dampak dari masih lesunya perekonomian global yang berimbas pada perekonomian domestik. Namun demikian, Pemerintah terus mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang berkesinambungan serta memberikan stimulus fiskal untuk pertumbuhan ekonomi. Peningkatan penerimaan perpajakan menunjukkan kinerja yang baik, hal ini ditempuh melalui perbaikan dan reformasi administrasi perpajakan yang berkelanjutan, seperti moderninasi administrasi perpajakan.

Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah melalui penetapan prioritas pembangunan yang mengarah pada pembangunan perdesaan dan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Pencapaian pembangunan perdesaan dapat dilihat dari meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan sektor pertanian maupun non pertanian terhadap pertumbuhan nasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa yang ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan perluasan kesempatan kerja yang berdampak pada menurunnya pengangguran dan kemiskinan, serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat desa. Perwujudan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dapat dilihat dari berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas pembangunan perdesaan, dan prioritas pengurangan ketimpangan wilayah.

Prioritas Pembangunan Perdesaan. Kawasan perdesaan memiliki kontribusi dan peran yang besar sebagai basis pertumbuhan nasional. Sektor pertanian turut memberikan kontribusi yang semakin besar dalam meningkatkan produk domestik bruto dilihat dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian terhadap PDB nasional, yaitu dari 13,13 persen pada tahun 2005 menjadi 15,85 persen pada tahun 2009. Kontribusi kawasan perdesaan terhadap pertumbuhan nasional dari sektor nonpertanian (terutama upaya pemberdayaan UMKM) juga cukup memadai karena peningkatan produktifitas ekonomi. Hal ini terlihat dari PDB sektor pertanian UKM dari tahun 2005 hingga 2008 yang terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pencapaian PDB sektor pertanian UKM sebesar Rp347,41 triliun dan pada 2008 menjadi Rp679,45 triliun. Kesejahteraan masyarakat perdesaan semakin meningkat ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin, yaitu 22,7 juta jiwa pada tahun 2005 berkurang menjadi 20,62 juta jiwa pada tahun 2009. Perluasan kesempatan kerja di perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan menengah, telah berdampak pada berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat perdesaan.

Prioritas Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. Pelaksanaan program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah berhasil mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator keberhasilan tersebut adalah berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Evaluasi atas pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun menunjukkan bahwa sebanyak 50 kabupaten dari 199 kabupaten yang pada awal pelaksanaan RPJMN 2004-2009 dikategorikan sebagai daerah tertinggal telah lepas dari status tertinggal menjadi daerah yang relatif maju dalam skala nasional secara bertahap, yaitu 28 kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di tahun 2008, dan 10 kabupaten di tahun 2009.

Sasaran ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia. Selama kurun waktu 2004-2009 peningkatan kualitas manusia yang dicapai antara lain: (1) meningkatnya akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan; (2) meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 70.7 tahun pada tahun 2009; (3) menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi 2.3 kelahiran per wanita; dan (4) meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas: (1) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas; (2) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas; (3) Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial; (4) Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga; serta (5) Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.

Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas. Pembangunan pendidikan nasional selama periode RPJMN 2004-2009 telah berhasil meningkatkan akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang ditunjukkan dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,27 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,50 tahun pada tahun 2008 dan menurunnya persentase angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada tahun 2005 menjadi 5,97 pada tahun 2008 (BPS, 2008, hasil Susenas). Pencapaian tersebut semakin diperkuat dengan adanya peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang pendidikan.

Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas. Pembangunan kesehatan telah berhasil meningkatkan Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia. Berdasarkan data BPS (2008), usia harapan hidup pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, dengan demikian sasaran usia harapan hidup sebesar 70,6 tahun dalam RPJMN 2004-2009 telah tercapai. Angka kematian ibu (AKI) selama empat tahun terakhir telah menurun secara signifikan. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka ini telah mendekati sasaran dalam RPJMN 2004-2009 yakni 226 per 100.000 kelahiran hidup. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4 persen terdiri dari gizi-kurang 13,0 persen dan gizi-buruk 5,4 persen (Depkes, 2007, Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas). Angka tersebut telah melampaui target RPJMN 2004-2009 sebesar 20,0 persen. Meskipun secara prevalensi menurun dari tahun 2005 (25,8 persen), namun jika dilihat dari jumlah penduduk dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah yang dihadapi masih cukup besar.

Prioritas Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial. Keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2004-2009 pembangunan bidang perlindungan dan kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang cacat telantar, pemberian bantuan bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta pemberdayaan masyarakat miskin agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Berkaitan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) didapatkan bahwa program BLT merupakan program yang 90,51 persen tepat sasaran, 97,14 persen tepat jumlah dan 89,10 persen tepat waktu. Sementara untuk bantuan sosial untuk rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam bentuk bantuan tunai bersyarat melalui PKH, pada tahun 2007 menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di 7 provinsi. Sedangkan pada tahun 2009, cakupan PKH diperluas hingga menjangkau 726.376 KK di 70 Kabupaten, dengan tambahan 6 provinsi.

Prioritas Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga. Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dari 2,4 kelahiran per wanita (SDKI 2002/2003) menjadi 2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Namun berdasarkan penurunan TFR dari hasil dua periode survei SDKI tersebut, pemenuhan target TFR RPJMN 2004-2009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita tampaknya masih membutuhkan upaya yang lebih besar lagi. Kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan mengalami peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya APS pemuda dam tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda. APS penduduk usia 16-18 tahun meningkat dari 53,86 persen pada 2005 menjadi 54,70 pada 2008; APS penduduk usia 19-24 tahun, meningkat dari 12,23 persen pada 2005 menjadi 12,43 pada 2008 (Susenas, 2008). Sementara itu TPAK pemuda juga mengalami peningkatan yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006 menjadi 63,31 pada tahun 2008.

Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama. Sejumlah kemajuan di bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan bentuknya yang diperlihatkan dengan intensitas dan semangat kerjasama lintasagama dan terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai provinsi, kabupaten/kota bahkan di tingkat kecamatan. Selama periode 2004-2009, pemerintah juga terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitasi kepada umat beragama agar bisa menjalankan ajaran agamanya dengan mudah, aman, bebas dan leluasa. Pada sarana peribadatan, sebanyak 1.093 gedung tempat ibadah telah dibangun dan sebanyak 5.151 gedung tempat ibadah telah direhabilitasi. Bantuan untuk kitab suci dan tafsir kitab suci juga terus dilaksanakan, dalam periode yang sama telah disalurkan sebanyak hampir 400 ribu eksemplar. Bahkan, untuk menguatkan status hukum dari tanah-tanah hibah keagamaan, baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya, agar lebih bermanfaat untuk kepentingan umat telah diupayakan bantuan sertifikasi hampir untuk 20 ribu petak tanah hibah.

Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan. Perbaikan pengelolaan sumber daya alam telah menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan dan juga kualitas lingkungan hidup. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.

Prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Secara umum upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam telah menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan, dan juga kualitas lingkungan hidup. Pada sektor kehutanan, berbagai pencapaian yang berhasil diwujudkan, antara lain: (1) menurunnya kasus kejahatan di bidang kehutanan dan terselamatkannya kekayaan negara sekitar Rp25 triliun setiap tahun sebagai hasil upaya pencegahan dan pemberantasan pembalakan liar (illegal logging): (2) menurunnya laju deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar per tahun akibat adanya upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar 1,12 juta hektar hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29 triliun; membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (4) adanya kepastian hukum dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (5) meningkatnya usaha di bidang pariwisata alam; diatasinya kebakaran hutan secara signifikan; serta (6) total tenaga kerja yang terserap dari pembangunan kehutanan sekitar 2,5 juta orang. Pada sektor kelautan, berbagai pencapaian yang berhasil diwujudkan antara lain: (1) menurunnya jumlah pelanggaran serta perusakan sumber daya pesisir dan laut; (2) terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat di beberapa lokasi, terutama di ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun; serta (3) diterbitkannya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Pada sektor Pertambangan dan Energi, dalam periode 2004-2009 upaya untuk meningkatkan nilai tambah dengan membangun industri pengolahan hasil tambang telah meningkat meskipun masih sangat kecil. Pada sektor lingkungan hidup, berbagai pencapaian yang berhasil diwujudkan antara lain: (1) terlaksananya pengendalian pencemaran lingkungan; (2) terlaksananya pengendalian kerusakan lingkungan; (3) terlaksananya pemantauan kualitas lingkungan; (4) meningkatnya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan limbah B3; serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk pembangunan sarana dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika secara komprehensif. Pencapaian-pencapaian penting berhasil diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Program Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan serta Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.

Sasaran kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan. Perwujudan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan ditunjukkan dengan pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya di bidang sumberdaya air, transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan, air minum, limbah, persampahan, dan drainase. Sasaran ini diwujudkan dengan prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur.

Prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Program percepatan pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004-2009 difokuskan pada perbaikan pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang sumberdaya air, transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan, air minum, limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong pertumbuhan ekonomi; dan percepatan pembangunan infrastruktur yang didorong melalui peningkatan peran swasta dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta reformasi dan restrukturisasi kelembagaan.

Bidang Sumberdaya Air, terdapat pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai/bahkan melebihi target yang direncanakan sebelumnya seperti: (1) pencapaian pelaksanaan pembangunan waduk dan embung; pengelolaan dan konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya; (2) peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa dan jaringan pengairan lainnya; dan (3) pembangunan saluran air baku. Namun, masih terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat diselesaikan sesuai target yang direncanakan antara lain operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah, rawa dan jaringan pengairan lainnya; pembangunan dan rehabilitasi embung/bendung; dan penyediaan air baku dan operasi dan pemeliharaan sungai. Permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian sasaran pembangunan sumberdaya air terutama disebabkan oleh adanya fenomena perubahan iklim global yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dalam intensitas yang tinggi.

Bidang Transportasi, beberapa pencapaian yang berhasil diwujudkan dalam pembangunan transportasi jalan yaitu pemeliharaan jalan nasional sepanjang 136.127 km, pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 meter, peningkatan kapasitas dan struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan jembatan sepanjang 45.231 meter terutama pada lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas lainnya; pembangunan jalan di kawasan perbatasan hingga mencapai 670,2 km; pembangunan jalan di pulau terpencil/terdepan hingga mencapai 571,8 km; pembangunan jembatan Suramadu; serta pengadaan lahan untuk pembangunan jalan tol.

Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, pasokan energi primer nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Walaupun mengalami tren yang meningkat, pencapaian pembangunan ketenagalistrikan masih di bawah target yang direncanakan dalam RPJMN 2004-2009. Penyebabnya diantaranya adalah keterbatasan sumber pendanaan dan sulitnya mencari sumber pendanaan baik dalam negeri maupun luar negeri, permasalahan sosial menyangkut pembebasan tanah, gejolak global yang mengakibatkan kenaikan harga bahan baku, berbagai kendala untuk memperoleh perijinan dan masih sulitnya mencari sumber energi primer yang siap dipergunakan terutama gas dan energi baru terbarukan (EBT).

Bidang Pos dan Telematika, beberapa pencapaian yang berhasil diwujudkan adalah tercapainya teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen dan telepon bergerak 20 persen, terselesaikannya pembangunan fasilitas telekomunikasi perdesaan sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43 ribu desa dan meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi dan radio yang masing-masing mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk Indonesia.

Bidang Perumahan dan Permukiman, realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunawa tahun 2004-2009 hanya mencapai 62,85 persen dari sasaran RPJMN 2004-2009 yang disebabkan oleh terbatasnya anggaran pemerintah pusat dan daerah (APBN dan APBD), sedangkan realisasi pencapaian kinerja sasaran pembangunan rusunami tahun 2004-2009 hanya mencapai 26,86 persen dari sasaran RPJMN 2004-2009 karena program pembangunan rusunami baru dijalankan setelah terbitnya Keppres 22 Tahun 2006 dan dicanangkannya program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan pada tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna).

Selain kelima sasaran tersebut di atas, terdapat prioritas tambahan yaitu penanggulangan dan pengurangan resiko bencana. Prioritas ini tidak terdapat pada RPJMN 2004-2009, tetapi karena didasari oleh perkembangan situasi Indonesia yang mengalami beberapa bencana alam besar maka dianggap penting untuk membahas prioritas tersebut. Adapun keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana yang paling nyata selama periode 2004-2009 adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan penanggulangan bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu ditunjukkan pula dengan terbentuknya kelembagaan penanggulangan bencana dalam dua tahun terakhir ini, yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 23 provinsi dan 64 kabupaten/kota, serta pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.


==================

Ringkasan Pencapaian Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai

Ringkasan Pencapaian Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai
Buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009 "Memelihara Momentum Perubahan"
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai adalah meningkatnya rasa aman dan damai. Dalam kurun waktu 2004-2009, pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi yang aman dan damai dapat terwujud melalui berbagai kemajuan yang dicapai dari penyelesaian berbagai konflik di daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Maluku maupun konflik antarkelompok warga masyarakat; serta penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas, termasuk kejahatan konvensional, transnasional dan peredaran gelap narkoba.

Prioritas Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok Masyarakat. Pencapaian situasi harmonis dikalangan masyarakat merupakan kontribusi signifikan dari peran masyarakat bersama pemerintah. Ini terlihat dari hasil pemulihan wilayah pasca konflik dan peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional, khususnya di Papua, Maluku, Maluku Utara, Poso Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jatim, Aceh dan Kalimantan Barat, memperlihatkan hasil yang cukup baik. Khusus di NAD, stabilitas sosial politik yang terjadi tidak terlepas dari keberhasilan program reintegrasi yang dilaksanakan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah Provinsi NAD, serta peran forum komunikasi dan koordinasi yang menjadi wadah bagi penyelesaian masalah yang berkaitan dengan agenda perdamaian yang telah disepakati. Di Papua, situasi yang relatif kondusif merupakan sumbangan dari penguatan implementasi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 dan penerapan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat yang sering disebut sebagai New Deal Policy for Papua. Situasi sosial politik di Maluku dan Maluku Utara semakin kondusif sebagai hasil dari fasilitasi pelaksanaan Inpres Nomor 6 Tahun 2003 yang memberikan dukungan dan dorongan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pemerintahan daerah, pelaksanaan rehabilitasi, upaya dialog dan komunikasi efektif, serta pendampingan bagi masyarakat. Berbagai pencapaian khususnya dalam menjaga stabilitas sosial dan politik merupakan kontribusi dari pelaksanaan program-program yang dilaksanakan selama lima tahun, terutama dukungan pelaksanaan Program Pemulihan Wilayah Pasca Konflik dan Program Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan.

Prioritas Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan Pada Nilai-nilai Luhur. Pengembangan kebudayaan yang diarahkan untuk memperkuat jati diri dan karakter bangsa dalam periode RPJMN 2004-2009 telah memberikan kemajuan yang cukup berarti. Kemajuan yang cukup menonjol ditunjukkan oleh semakin berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran akan keragaman budaya yang ditandai oleh menurunnya eskalasi konflik/perkelahian antarkelompok warga di tingkat desa, yaitu dari 2.583 desa pada tahun 2003 menjadi 1.235 desa pada tahun 2008 (BPS, 2008; Podes). Program Pengelolaan Keragaman Budaya telah mendorong terciptanya situasi yang lebih kondusif di kalangan masyarakat yang tercermin dari terlaksananya dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa khususnya dalam rangka kebersamaan dan integrasi serta terlaksananya kampanye hidup rukun dalam keragaman budaya/multikultur. Dengan situasi yang lebih kondusif ini, diharapkan konflik antarkelompok masyarakat akan semakin berkurang dan pada akhirnya akan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prioritas Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas. Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 untuk prioritas peningkatan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas, secara umum menunjukkan kemajuan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai tindak kriminal seperti kejahatan konvensional maupun transnasional, konflik horizontal dan vertikal, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, serta berbagai bentuk kriminalitas yang lainnya, baik secara kuantitas maupun kualitas, masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Kecenderungan meningkatnya indeks kriminalitas maupun jumlah kejahatan konvensional dan kejahatan transnasional diduga bukan disebabkan oleh kurangnya jumlah dan pelayanan polisi, tetapi lebih disebabkan oleh meningkatnya faktor korelatif kriminogen, seperti meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta tingginya peluang dan kesempatan untuk melakukan tindakan kriminalitas. Dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, kontribusi Program Pemeliharaan Kamtibmas cukup menonjol yang dicirikan dengan tidak adanya konflik horizontal maupun vertikal yang berakibat terganggunya keamanan dalam negeri, aktivitas masyarakat, maupun dunia usaha.

Sasaran kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Penurunan konflik dan pulihnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah pasca konflik separatisme, seperti NAD dan Papua, menunjukkan keberhasilan pemerintah bersama masyarakat dalam menjaga kekokohan NKRI. Selain itu upaya pencegahan dan penindakan aksi terorisme yang dapat dilaksanakan dalam waktu relatif singkat terbukti telah menimbulkan rasa aman di masyarakat. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas pencegahan dan penanggulangan separatisme; pencegahan dan penanggulangan gerakan terorisme; serta peningkatan kemampuan pertahanan negara.

Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan separatisme, pemerintah berhasil menuntaskan konflik separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan mengurangi intensitas konflik separatisme di Papua. Berbagai peristiwa yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat yang membawa faham separatisme dapat diselesaikan melalui pendekatan yang sesuai dengan kondisi dan situasi konflik. Dampak positif dari semakin kondusifnya perkembangan politik adalah terciptanya kondisi yang aman bagi kehidupan masyarakat umum yang diikuti oleh terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang. Kebijakan otonomi khusus untuk provinsi tertentu dan otonomi daerah untuk daerah lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan pentahapannya. Keberhasilan pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme dalam kurun waktu lima tahun tercermin dari terlaksananya berbagai kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri. Program ini ditetapkan sebagai bagian dari strategi dalam meningkatkan kondisi keamanan dalam negeri, terutama di daerah rawan konflik dan rawan tindak separatisme.

Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme. Upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme yang dilakukan sampai dengan tahun 2008 telah menunjukkan keberhasilan. Namun, terjadinya peristiwa peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan tahun 2009 menunjukkan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai. Sejumlah keberhasilan aparat bersama masyarakat dalam mencegah dan menindak aksi-aksi terorisme membuktikan bahwa daya cegah dan tangkal negara terhadap ancaman terorisme secara keseluruhan telah meningkat. Aparat keamanan mampu mengurai dan menghubungkan kasus-kasus terorisme dengan jaringan-jaringan terorisme yang ada di Indonesia dan keterkaitannya dengan jaringan terorisme internasional. Kemampuan dalam mencegah dan menindak aksi-aksi terorisme tersebut terlaksana berkat dukungan sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan terorisme yang semakin memadai. Secara simultan, seluruh kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri telah berhasil dengan baik dalam pelaksanaan penanggulangan aksi terorisme. Hal itu terlihat dari perubahan Desk Terorisme, yang meningkat peranannya menjadi Badan Penanggulangan Terorisme. Dokumen perubahan tersebut dalam waktu dekat akan ditandatangani oleh Presiden RI sebagai tindak lanjut Program 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono.

Prioritas Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara. Kemajuan pembangunan pertahanan negara dalam kurun waktu RPJMN 2004-2009 antara lain ditunjukan oleh peningkatan kesiapan personel dan alutsista, serta terselenggaranya latihan matra dan gabungan TNI sesuai rencana secara berkelanjutan. Profesionalisme TNI terus ditingkatkan melalui pengembangan kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan satuan pendukung, serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan gabungan TNI. Jumlah personel TNI dalam kurun waktu lima tahun meningkat dari 382.326 personel menjadi 402.595 personel atau bertambah sebanyak 20.359 personel. Keberhasilan pencapaian sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara terwujud melalui pelaksanaan Program Pengembangan Pertahanan (lintasmatra darat, laut, dan udara). Keberhasilan yang cukup menonjol pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya tingkat kesiapan alutsista yang mencapai rata-rata sekitar 60 persen, yang disumbangkan oleh matra darat sekitar 81 persen, matra laut sekitar 46 persen dan matra udara 59 persen.

Sasaran ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Sasaran ini dinilai berhasil dari berbagai pencapaian yang diraih oleh Pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan nasional di berbagai forum internasional.

Prioritas Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional. Kiprah diplomasi Indonesia selama periode 2004-2009 terus menguat sejalan dengan peran aktif yang dimainkan oleh Indonesia dalam percaturan diplomasi internasional, baik dalam kerangka bilateral, regional maupun multilateral. Dunia internasional mengapresiasi peran penting Indonesia dalam menjawab berbagai tantangan global yang dihadapi, seperti menjadi tuan rumah dalam perhelatan internasional untuk mengatasi masalah perubahan iklim atau dikenal dengan UNFCC (United Nation Framework on Climate Changes) dan menghasilkan Bali Roadmap. Porsi pencapaian terbesar pada lingkup ASEAN adalah diadopsinya prakarsa Indonesia terkait dengan pembentukan Komunitas ASEAN. Berkaitan dengan pemulihan citra Indonesia, ‘Indonesia yang moderat dan demokratis’ merupakan citra baru yang dibangun dan disebarluaskan ke seluruh dunia. Penyebarluasan ide dan gagasan melalui pembangunan citra telah memantapkan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam pergaulan internasional yang pada gilirannya akan membantu mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional. Pelaksanaan Program Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia dinilai paling memberikan dampak bagi pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009, terutama pencapaian yang diraih terkait dengan peran Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan peningkatan upaya penanggulangan kejahatan lintasnegara seperti terorisme, money laundering, penyalahgunaan narkoba, trafficking, dan lain-lain.

===============

15 Maret 2010

Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Terintegrasi (Integrated Poverty Reduction Policy)

Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Terintegrasi
(Integrated Poverty Reduction Policy)
Oleh Randy R. Wrihatnolo

I. Pendahuluan

Walaupun telah terjadi penurunan jumlah penduduk miskin secara konsisten, namun jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih cukup besar. Menurut BPS terdapat lebih dari 32 juta penduduk miskin pada awal tahun 2009 ini. Di samping itu banyak masyarakat hidup mengelompok sedikit di atas garis kemiskinan. Mereka ini sering disebut dengan kelompok hampir miskin (near poor) dan merupakan kelompok masyarakat yang sangat rentan. Sedikit saja terjadi guncangan ekonomi, kelompok hampir miskin ini dapat dengan mudah jatuh kembali hidup di bawah garis kemiskinan.

Program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, program bantuan sosial berbasis keluarga. Kedua, program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Ketiga, program penanggulangan kemiskinan berbasis usaha mikro dan kecil.

Program bantuan sosial adalah salah satu bagian dari program penanggulangan kemiskinan. Bagi kelompok miskin dan hampir miskin ini diperlukan suatu mekanisme bantuan sosial yang dapat melindungi bila terjadi guncangan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka. Adalah kewa-jiban pemerintah untuk memberikan bantuan sosial terhadap mereka yang rentan ini. Bantuan sosial merupakan bantuan kepada mereka yang rentan tanpa ada kewajiban untuk mengiur (non-contributory), sehingga bantuan ini merupakan transfer dari Pemerintah kepada mereka yang rentan.

Sasaran pemanfaat program dalam Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Terintegrasi adalah anggota keluarga yang berasal dari rumah tangga yang termasuk kategori miskin atau dekat miskin. Peserta program bersifat closed ended dan eligibilitas peserta diperoleh melalui proses means-testing yang dilakukan oleh BPS. Dari pengalaman empiris, penentuan rumah tangga miskin melalui proses means-testing menunjukkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan cara lain.

II. Pendekatan Pelaksanaan

Pemerintah senantiasa menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama pembangunan. Program-program penanggulangan kemiskinan dilakukan secara berlapis dan bersinergi. Program-program tersebut secara umum berdasarkan tiga pendekatan sebagai berikut:

2.1.Pendekatan Bantuan Sosial Berbasis Keluarga (Family Centered Integrated Social Assistance)

Bantuan dan perlindungan sosial memberikan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin, pengurangan biaya hidup, dan perbaikan kualitas hidup pada rumah tangga sasaran dan kelompok rentan lainnya. Bantuan sosial yang akan diberikan kepada keluarga miskin (benefits) mencakup sebagai berikut:

Pertama, Bantuan langsung kepada keluarga sasaran. Bantuan langsung dapat berupa bantuan langsung tunai bersyarat (Program Keluarga Harapan, PKH, conditional cash transfer), bantuan langsung tunai tanpa syarat (unconditional cash transfer), bantuan langsung dalam bentuk inkind, misalnya pemberian beras bagi masyarakat miskin (raskin), serta bantuan bagi kelompok masyarakat rentan seperti mereka yang cacat, lansia, yatim/piatu dan sebagainya.

Kedua, bantuan pendidikan berupa beasiswa dan pendidikan anak usia dini.

Ketiga, bantuan kesehatan termasuk pendidikan bagi orang tua berkaitan dengan kesehatan dan gizi (parenting education) melalui pemberi pelayanan kesehatan yang ditunjuk.

Keempat, bantuan tunai untuk penanggulangan pengangguran sementara (cash for work).

2.2. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat mendorong keberdayaan masyarakat terutama masyarakat miskin untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitasnya dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Pada tahun 2007, Pemerintah mensinergikan dan mensinkronkan program-program pemberdayaan masyarakat menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). PNPM terdiri dari dua yaitu PNPM Inti dan PNPM Penguatan. PNPM Inti meliputi lima program yaitu: (1) PNPM Perdesaan yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri; (2) PNPM Perkotaan yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum; (3) PNPM Infrastruktur Perdesaan/Program Pengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pekerjaan Umum; (4) PNPM Daerah Tertinggal/Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Khusus (P2DTK) yang diselenggarakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal; dan (5) PNPM Sosial–Ekonomi Wilayah/Pengembangan Infrastruktur Sosial–Ekonomi Wilayah (PISEW) yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. PNPM Mandiri pada tahun 2007 mencakup 3.018 kecamatan yang terdiri dari 1.994 kecamatan PNPM Perdesaan dan 838 kecamatan PNPM Perkotaan, dan 186 kecamatan di wilayah kabupaten/kota tertinggal.

2.3. Pendekatan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil

Pemberdayaan usaha mikro dan kecil memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Pendekatan ini diberlakukan untuk melaksanakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program KUR memberikan fasilitasi kepada para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk memperoleh kredit berskala mikro (tidak lebih dari Rp 50 juta) dan kecil (tidak lebih dari Rp 200 juta) dari bank-bank milik negara yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Tabungan Negara. KUR merupakan salah satu program besar dalam upaya pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Tujuan pelaksanaan KUR adalah meningkatkan askes pembiayaan UMKM dan koperasi melalui penyediaan penjaminan untuk pembiayaan/kredit dari perbankan. Komponen KUR meliputi (1) jaminan Pemerintah kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) sebesar Rp 4 triliun; (2) pemberian kredit tanpa agunan khususnya di bawah Rp 5 juta; dan (3) persyaratan berupa proposal usaha yang meyakinkan.

III. Kelembagaan

Berkenaan dengan berbagai pendekatan tersebut, maka Pemerintah harus memberikan perhatian pada koordinasi pelaksanaannya menuju satu sasaran kebijakan penanggulangan kemiskinan yang teintegerasi, yaitu meninkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah perlu membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Tim Nasional bertugas melakukan sinkronisasi, harmonisasi, dan penyusunan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang terdiri atas program bantuan sosial berbasis keluarga, program penanggulangan kemiskinan berbasis pember-dayaan masyarakat, dan program penanggulangan kemiskinan berbasis usaha mikro dan kecil. Selain itu Tim Nasional juga mengendalikan pelaksanaan program penanggulangan kemis-kinan.

Tim Nasional dipimpin Wakil Presiden, untuk memastikan agar pelaksanaan dan pengendalian program penanggulangan kemis-kinan yang dilakukan oleh berbagai kementerian/lembaga dapat terlaksana sesuai rencana. Sebagai ilustrasi untuk program kesehatan bagi masyarakat miskin di Thailand dipimpin langsung oleh Perdana Menteri.

Tim Nasional menetapkan kebijakan pokok berkaitan penang-gulangan kemiskinan. Pertama, kebijakan dalam hal penetapan sasaran (targeting) dengan menggunakan metode dan daftar rumah tangga sasaran yang sama untuk semua program bantuan sosial. Kedua, kebijakan berkaitan dengan perancangan program agar tidak terjadi duplikasi pemberian bantuan. Ketiga, kebijakan berkaitan dengan pengendalian pelaksanaan agar efisien dan efektif. Keempat, melaksanakan monitoring dan evaluasi agar dampak dari program penanggulangan kemiskinan dapat diketahui.

IV. Penutup

Sebagaimana selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah, biasanya Pemerintah menetapkan beberapa target penanggulangan kemiskinan. Untuk tahun 2014, Pemerintah menetapkan target untuk menurunkan jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan menjadi sekitar 8-10 persen pada akhir 2014. Target ini artinya, Pemerintah harus menurunkan jumlah penduduk miskin dari 32,53 juta penduduk miskin (tahun 2009) menjadi sekitar 18,6—23,6 juta penduduk miskin (pada akhir tahun 2014). Sasaran tersebut membutuhkan kerja keras Pemerintah, baik Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah beserta seluruh jajaranya, didukung oleh lembaga kemasyarakatan, dan dunia usaha. Mungkinkah sasaran ini dapat diwujudkan? Jawabannya: sangat mungkin, dan harus dengan kerja keras.

--ooOOoo--

04 Februari 2010

Struktur Perundangan-undangan Terkait Perencanaan Pembangunan Daerah

Struktur Perundangan-undangan Terkait Perencanaan Pembangunan Daerah
(Konteks RPJPD)
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur, dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunan daerah berkelanjutan.

Dalam peraturan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process. Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan, dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan stakeholder dan legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya.

RPJPD atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 20 tahun ke depan. Sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJPD, dan tentunya diikuti dengan pemantauan, evaluasi, dan review berkala atas implementasinya.

Karena dokumen RPJPD merupakan dokumen rencana yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana daerah dengan hirarki dan skala yang lebih rendah seperti RTRWD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD, maka kualitas penyusunan RPJPD dari segi analisis kecenderungan dan perspektif masa depan, pemahaman atas isu strategis yang mungkin dihadapi di masa depan, kejelasan visi, misi, tujuan, arah dan strategi kebijakan pembangunan 20 tahun ke depan akan turut menentukan kualitas rencana daerah dibawahnya. RPJPD menjawab 3 pertanyaan dasar: (1) kemana daerah akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam 20 tahun mendatang; (2) bagaimana mencapainya dan; (3) langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan agar tujuan tercapai.

Dalam konteks ini, RPJPD dapat dilihat sebagai dokumen rencana yang mencoba untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan perkembangan, kecenderungan dan perubahan dari berbagai faktor eksternal dan internal di masa depan; memperkirakan pengaruhnya terhadap pengembangan daerah masa depan; mencoba memproyeksikan arah perjalanan pembangunan daerah hingga 20 tahun ke depan untuk mengantisipasi tantangan dan peluang yang akan dihadapi dan; merumuskan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah untuk memanfaatkan peluang seoptimal mungkin dan mengatasi kendala dan ketidak pastian seefektif mungkin.

Keberhasilan RPJPD terletak pada kemampuannya untuk mengorganisasikan stakeholder untuk bersama-sama merumuskan dan menyepakati arah perjalanan (Road Map) pembangunan daerah masa depan yang perlu ditempuh; untuk itu proses penyusunan dokumen RPJPD perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan RPJPD melalui proses yang transparan, demokratis dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.

Baca juga:

Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah


==ooOOoo==