03 Mei 2010

Ringkasan Pencapaian Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis

Ringkasan Pencapaian Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis
Buku Laporan Evaluasi Lima Tahun RPJMN 2004—2009 "Memelihara Momentum Perubahan"
Oleh:
Randy R. Wrihatnolo

Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum. Perwujudan peningkatan keadilan terlihat dari berbagai penyusunan perundang-undangan yang tidak diskriminatif. Namun, dalam hal penegakan hukum masih ditemukan berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sehingga masih diperlukan upaya dan komitmen yang lebih intensif. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum; serta Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia (HAM).

Prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Pencapaian sasaran penataan hukum dilaksanakan melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan. Selama lima tahun pelaksanaan RPJMN 2004-2009 Pemerintah telah menetapkan sebanyak 284 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dari jumlah tersebut sebanyak 87 buah UU merupakan RUU yang tercantum dalam Prolegnas. Salah satu faktor penghambat dalam proses perencanaan dan pembentukan hukum adalah masih belum dipatuhinya Program Legislasi Nasional (Prolegnas) secara konsisten. Program yang mendukung pencapaian sasaran pembangunan sistem dan politik hukum adalah Program Pembentukan Hukum. Keberhasilan pelaksanaan program ini ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, salah satunya adalah pada bidang pemberantasan korupsi, dengan disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Prioritas Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk. Pencapaian penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dilaksanakan antara lain melalui peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung unsur diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang hukum termasuk HAKI, keimigrasian, dan administrasi hukum umum; serta pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam penyelenggaraan Pemilu dengan aman dan tertib terlihat dari pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada tahun 2009. Program Pelayanan dan Bantuan Hukum merupakan satu-satunya program yang menjadi andalan dalam mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan ini. Pada kurun waktu 2004-2009, program tersebut dilaksanakan oleh beberapa kementerian/lembaga dan tidak hanya dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang terkait di bidang hukum saja.

Prioritas Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia telah memperlihatkan hasil yang cukup baik, dengan meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dari 1,9 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerintah untuk terus meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di berbagai bidang. Namun, pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi manusia di Indonesia secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih terjadi seperti pada kasus-kasus penggusuran, kelaparan, dan pemutusan hubungan kerja secara massal. Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM, sampai saat ini juga terus dilakukan berbagai Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM). Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang RANHAM 2004-2009 disertai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaannya. Upaya pencapaian sasaran penghormatan, pengakuan, dan penegakan atas Hukum dan HAM ini terutama didukung melalui pelaksanaan Program Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender untuk meningkatkan peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Pencapaian indeks pembangunan gender (IPG)/Gender-related Development Index(GDI) dan indeks pemberdayaan gender (IDG)/(Gender Empowerment Measure/GEM) menunjukkan peningkatan, artinya telah terjadi kemajuan dalam upaya peningkatan keadilan gender. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan Serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Kesenjangan pencapaian pembangunan bagi perempuan dan laki-laki mengalami penurunan, walaupun masih perlu diturunkan lebih lanjut. Hal ini terlihat dari peningkatan angka IPG, yaitu dari 0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human Development Report/HDR). Selain itu IDG Indonesia, juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (BPS-KNPP). Namun demikian, kecilnya peningkatan nilai IDG tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik, masih belum memadai. Kemajuan terlihat pula pada kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak. Di bidang pendidikan ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan anak usia dini dan angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12, 13-15, dan 16-18 tahun. Di bidang kesehatan, ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, balita, dan neonatal. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan ditunjukkan dengan menurunnya persentase pekerja anak usia 10-14 tahun.

Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik, menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. Perwujudan dari peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan yang baik terlihat dari perkembangan daerah otonomi baru yang tertata cukup baik dan peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dengan adanya peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah lebih dari 100 persen. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Pada kurun waktu 2004-2009 perkembangan daerah otonomi baru tertata cukup baik. Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan daerah otonomi baru, yaitu berupa penurunan jumlah daerah otonom baru (DOB) yang terbentuk dari sebanyak 104 daerah pada kurun waktu 2000-2004 menjadi 57 daerah pada kurun waktu 2004-2009. Berdasarkan peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah yang baik, telah terjadi peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dari Rp150,46 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp309,57 Triliun pada tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah terutama pada daerah kabupaten/kota juga meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi sebesar 7,1 persen di tahun 2009

Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Hal ini akan dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa. Perwujudan peningkatan pelayanan birokrasi masyarakat dapat terlihat dari penurunan praktik korupsi sesuai dengan meningkatnya indeks persepsi korupsi Indonesia, meningkatnya opini wajar tanpa pengecualian (WTP) hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta meningkatnya jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan prioritas yang diletakkan pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Prioritas Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Pada RPJMN 2004-2009, pembangunan aparatur negara diarahkan untuk menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan sasaran berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, meningkatnya kualitas pelayanan publik; dan terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, profesional, dan akuntabel. Praktik korupsi telah menurun secara nyata sesuai dengan meningkatnya IPK Indonesia, meningkatnya opini WTP hasil audit BPK atas LKKL dan LKPD, serta meningkatnya jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Berbagai program bidang aparatur negara yang dilaksanakan sampai dengan tahun 2009 telah memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Keberhasilan pembangunan aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh pencapaian Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dan Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.

Sasaran kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi yang sudah terbentuk berdasarkan hasil Pemilu secara langsung tahun 2004. Perwujudan sasaran ini ditunjukkan dengan dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh.

Prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Penguatan kelembagaan demokrasi difokuskan pada penguatan yang bersifat prosedural dan substansial. Hal ini ditunjukkan dengan dijaminnya proses checks and balances atau prinsip-prinsip pengawasan antarkekuasaan secara timbal balik dan berimbang, serta adanya pengakuan hak asasi manusia. Dalam masa 2004-2009, proses konsolidasi demokrasi dititikberatkan pada: (1) upaya untuk meningkatkan peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku; (2) peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik; serta (3) upaya untuk dapat menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil. Tuntutan masyarakat sekaligus kepemimpinan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberikan perhatian agar demokrasi dapat berjalan dengan baik telah mendorong lembaga-lembaga pemerintah untuk menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh rakyat. Dampak dari kinerja parpol yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Prioritas pembangunan perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh dicapai melalui beberapa program dan kegiatan pokok, yang salah satunya adalah Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi. Keberhasilan pelaksanaan program ini terlihat dengan adanya dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses demokratisasi Indonesia, seperti UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

==================

1 komentar:

Anonim mengatakan...

numpang copas dikit,