22 Juli 2008

Tanggapan atas Gagasan Desentralisasi BUMN

Tanggapan atas Gagasan Desentralisasi BUMN
Oleh: Randy R. Wrihatnolo

Pada tanggal 7 Juli 2008 di website “inilah.com” Ichsan Loulembah menulis artikel berjudul "Desentralisasi" BUMN”. Artikel tersebut mencoba mengangkat kembali isu bertema yang sama yang pernah dimuat di harian umum Kompas 8 Juli 2005 berjudul “Melihat BUMN dari Sisi Lain: Memindahkan Kantor Pusat ke Daerah demi Pemerataan“ yang ditulis oleh Ignasius Jonan. Ichsan mengutip kembali ungkapan Ignatius upaya desentralisasi BUMN merupakan sebuah upaya bertujuan memeratakan pembangunan di daerah (di luar Jakarta) yang dinilai berjalan lambat dengan melalui suatu langkah terobosan. Salah satu yang dipersoalkan Ignatius adalah kenyataan di mana sebagian besar dana masyarakat dan kucuran kredit secara nasional masih tersentralisasi di Jakarta.

Menurut Ignatius, terdapat beberapa alasan untuk membuktikannya yaitu (1) perolehan pajak nasional sebagian besar masih dikontribusikan oleh kegiatan usaha di Jakarta; (2) berkembangnya pendekatan grouping (atau regrouping) dan memilih cara-cara cluster dalam kegiatan bisnis dan industrinya di berbagai negara baik secara alamiah maupun terencana; (3) sejumlah perusahaan (walau bukan state owned companies) yang dimiliki swasta menempatkan/memulai bisnisnya di lokasi (daerah) tertentu mengikuti sejarah industri dan akibat kebijakan pemerintah; dan (4) peredaran uang dan modal maupun pusat pengendalian bermacam sektor ekonomi berpusat di Jakarta dan daerah ahanya menjadi tempat produksi saja. Implikasinya secara ekonomi sangat luas, paling tidak data hingga tahun 2005 menyebutkan bahwa secara umum 52% dari Rp. 951 triliun dana masyarakat di bank umum tersentralisasi di Jakarta, dan sisanya 48% dana masyarakat terbagi untuk 29 provinsi lainnya.

Usulan Ignatius kemudian diangkat kembali oleh Ichsan Loulembah agar diperhatikan kembali dengan pertimbangan: pertama, Jakarta dan belakangan Surabaya telah semakin padat, baik dari segi kepadatan properti yang menjulang, terlampau panas dari segi peredaran uang. Menurut Ichsan hal ini tidak sehat bukan saja dari segi ekonomi,namun yang lebih penting secara sosial-politik, dalam jangka panjang. Juga akan membangkitkan berbagai sektor penyertanya. Kedua, upaya pemindahan berbagai kantor pusat BUMN itu juga memberi keseimbangan baru atas terserapnya' berbagai jagoan daerah sektor swasta ke Jakarta. Sampoerna, Djarum, Gudang Garam, misalnya. Walau industri rokok mereka tetap berada di daerah asal, namun kini mereka merambah ke berbagai sektor seperti perbankan, properti, dan kemudian berpusat di Jakarta. Begitu juga nama-nama besar di sektor lainnya. Berbagai pemain utama swasta kini, dulunya adalah pengusaha daerah. Baik itu karena generasi pertama pendiri kelompok usaha mereka berawal di daerah mereka. Sebut saja keluarga Kalla, Bakrie, Salim, Eka Tjipta, dsb. Menurut Ichsan, terserapnya “jagoan daerah” ke Jakarta lebih karena alasan pertumbuhan aneka sektor terlampau laju, peredaran uang amat besar, berbagai keputusan politik di bidang ekonomi belum sepenuhnya bernafas desentralistik yang berimplikasi pada persebaran ekonomi di berbagai daerah.

Gagasan Ignatius yang diangkat adan ditanggapi oleh Ichsan sangat perlu ditindaklanjuti, namun kita perlu menoleh kembali apa yang pernah dilakukan rezim pemerintahan sejak masa Soekarno hingga sekarang. Gagasan “Desentralisasi BUMN” sesungguhnya gagasan mendesentralisasikan BUMN adalah salah satu jawaban atas kerisauan terpusatnya perputaran uang di Jakarta. Dampak pemusatan uang (disengaja) ataupun terpusatnya uang (tanpa sengaja) ini menyebabkan melemahnya kapasitas moneter di wilayah yang semakin jauh dari Jakarta.

Agar kapasitas moneter di wilayah-wilayah di luar Jakarta, maka gagasan mendesentralisasikan BUMN, meski secara sederhana, mendapatkan justifikasinya. Gagasan ini, meskipun bukan sama sekali baru, karena sesungguhnya konsep ini pernah digagas sejak zaman Presiden Soekarno maupun pada zaman Presiden Soeharto, hanya kontennya saja yang berbeda.

Pada zaman Bung Karno, secara fisik dan operasional, BUMN diajak untuk direlokasi di daerah (kalau bahasa bang Ichsan Loulembah barangkali didesentralisasi) (baca konsep Penasbede 1958, Depernas 1958). Hasilnya beragam, misalnya pemindahan sebagian operasi Semen Gresik ke Padang (yang kelas menjadi embrio Semen Padang). Itu adalah salah satu hasil kebijakan "desentralisasi" BUMN tadi. Contoh-contoh lain sangat banyak. Relokasi BUMN ke wilayah-wilayah lain ke luar Jakarta pun sesungguhnya semakin marak. Sayang, secara fisik memang pindah, implikasinya banyak kesempatan kerja baru tercipta di seputar BUMN itu. Namun secara keuangan sebagian besar masih berkutat di Jakarta. hal ini disebabkan bank-bank mitra si BUMN itu berpusat di Jakarta.

Sementara itu pada era Suharto, desentralisasi BUMN memang didorong melalui pembentukan badan investasi daerah (BKMD) yang mendorong penanaman modal di daerah (selain di Jakarta). Sayang, meski mendapatkan dukungan politik yang besar dari Pak Harto, ternyata pelaku kebijakan belum dapat mencerna keinginan ini. Sebagian BKMD sekedar menjadi pencatat calon investor saja, tapi sedikit yang berhasil direalisasikan. Sedangkan upaya mendorong inisiatif pemerintah daerah untuk menjadikan anak perusahaan di daeerah untuk menjadi BUM-Daerah telah pula digagas. Dan hasilnya memang kurang memuaskan.

Pada masa Presiden Gus Dur dan Megawati, upaya yang dianggap "terobosan" dilakukan dengan membentuk Lembaga Ekonomi Desa dan Badan Usaha Milik Desa. Mereka dilatih untuk mengakses kepada BUMD maupun BUMN yang beroperasi di daerah tertentu. Namun upaya ini kurang efektiv menggiring perputaran uang di Jakarta agar pindah ke daerah.

Pengalaman tersebut secara sederhana (insting saja) memberikan pelajaran kepada kita, bahwa jika ingin meningkatkan kapasitas moneter daerah maka upaya yang dilakukan sesungguhnya dapat mencakup garis-garis besar sebagai berikut:

(1) menciptakan kerangka regulasi insentif kepada calon BUMN agar merelokasi usahanya di daerah. Insentif tersebut antara lain mempermudah iklim usaha (mudah dikatakan, tapi nyatanya tidak, banyak contohnya). Hal ini selain membutuhkan dukungan politik yang kuat, juga memerlukan kerangka teknokratik yang operasional. Salah satu kerangka teknokratik yang dibutuhkan antara lain memilih dahulu sektor ekonomi yang sesuai di daerah tersebut. Misalnya dalam konteks pembahasan ini adalah sektor pertanian di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah.

(2) menggiring BUMN Perbankan agar memindahkan kantor pusat, operasional, dan kegiatan fisiknya ke daerah, sekaligus mempertajam core-bussiness mereka pada bidang tertentu. Salah satu contoh: jika ingin menjadikan Kalimantan Selatan dan Tengah sebagai lumbung padi baru, maka pindahkan BUMN yang dapat membiayai usaha tani ke sana. Tentu hal ini membutuhakn perencanaan matang.

(3) memindahkan/merelokasi BUMN berbasis Industri Manufaktur ke luar Jawa. Misalnya (ingat hanya misalnya hlo) memindahkan operasional Petrokimia Gresik ke Kalimantan Selatan. Sehingga aktivitas usaha tani di sana dapat didukung oleh ketersediaan pupuknya.

(4) memperkuat sentra pelatihan bagi calon tenaga kerja agar sesuai dan layak sebagaimana diperlukan. Menggandeng perguruan tinggi berkualitas tinggi untuk menjadi pendamping bagi SMK-SMK di daerah. Misalnya menggandeng POLMAN Bandung sebagai pendamping untuk melatih siswa-siswa SMK di Banjarmasi dan Palangkaraya dalam pembuatan mesin-mesin pertanian dan pengolahan hasil pertanian.

(5) memindahkan BUMN Berbasis Jasa seperti pergudangan dan distribusi ke daerah. Jika pemindahan tidak dimungkinkan, maka pemda dapat diminta untuk menerjuni core-bussiness ini. Pergudangan dan distribusi sangat penting untuk menjamin ketersediaan saprotan atau menjamin stock padi untuk kebutuhan Kalimantan.

Pelaksanaan desentralisasi BUMN sesungguhnya merupakan langkah strategis untuk daya tarik tersendiri bagi suatu daerah. Kelak, pemindahan BUMN ke daerah dapat menggambarkan kekhasan daerah itu. Kalimantan khas dengan BUMN-BUMN Kluster Produksi Pertanian, Jawa Timur khas dengan BUMN Kluster Industri Perkapalan, Sulawesi khas dengan Kluster Industri Energi (PLTN??), dll.

Pendesentralisasian BUMN ke daerah pasti akan menimbulkan dampak jangka pendek maupun jangka panjang baik bagi Jakarta maupun bagi "daerah yang baru" yang menjadi lokasi BUMN. Kebijakan ini pasti menimbulkan side-effect yang luas. Sehingga jauh-jauh hari perlu dikomunikasikan secara luas ke masyarakat.

--ooOrrwtOoo--

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut